BOMBANANEWS.COM- Tari Lumense menjadi trending di media sosial setelah mendapatkan kesempatan untuk tampil di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 RI di Istana Negara.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun telah menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Tari Lumense tercatat dalam inventarisasi Hak Intelektual Ekspresi Budaya Tradisional yang tercatat dengan nomor EBT74202200218, dengan Anisa Sri Prihatin, S.Sos., M.Si. sebagai pelapor.
“Tari Lumense sudah terbit surat HAKI-nya dari Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Anisa Sri Prihatin, S.Sos. M.Si, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bombana kepada Wartawan Waktu lalu.
Berdasarkan keterangan yang tertuang dalam surat pencatatan hak kekayaan intelektual diterbitkan dalam rangka perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menerangkan nama Ekspresi Budaya Tradisional Tari Lumense, kustodian: masyarakat adat Kabupaten Bombana, jenis ekspresi budaya tradisional berupa gerak-tarian, wilayah atau lokasi Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Menyatakan benar telah didokumentasi dan diarsipkan dalam Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indonesia. Surat Pencatatan Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional ini sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Terpilihnya Tari Lumense tampil di istana negara berawal dari hasil kurasi Festival Tangkeno untuk kharisma event nusantara (KEN) dan terpilih masuk 100 besar dalam kalender event nusantara Kemenparekraf dari seluruh Indonesia, sebagaimana dijelaskan kembali oleh Kadis Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Bombana.
Selanjutnya Tari Lumense masuk nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2022 sehingga ketua tim kurator tertarik melirik Tari Lumense saat dipaparkan dan dianggap unik dan diminta untuk disurvei terkait pendalaman dari tarian ini sehingga dianggap layak tampil di istana, tentunya melalui perjuangan panjang dengan secara terus menerus dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Dikutip dari laman wikipedia, dijelaskan bahwa Tari Lumense merupakan salah satu tradisi masyarakat Tokotua atau Kabaena, Kabupaten Bombana dalam menyambut tamu pada pesta-pesta rakyat. Tarian ini dilakukan oleh kelompok perempuan yang berjumlah 12 orang, 6 orang berperan sebagai laki-laki dan 6 lainnya berperan sebagai permepuan. Para penari menggunakan busana adat Tokotu’a atau Kabaena. Untuk para penari yang berperan sebagai perempuan memakai rok berwarna merah maron dan atasan baju hitam. Baju ini disebut dengan taincombo dengan bagian bawah baju mirip ikan duyung. Untuk penari yang berperan sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah.
Pada masa lalu Tari Lumense dilakukan dalam ritual pe-olia, yaitu ritual penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri). Lokasi untuk melakukan Tari Lumense adalah di tempat yang disebut “Tangkeno Mpeolia” yang terletak di kaki gunung Sangia Wita di Desa Wisata Tangkeno. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang. Dulu, tidak sembarang orang yang dapat memainkan tarian ini, tapi berdasarkan garis keturunan yang disebut “Wolia”. Saat tari dilakukan, penari mengalami kesurupan atau yang disebut dengan “wowolia” dan tak akan berhenti sampai semua pohon pisang ditebas, demikian juga dengan pemukul gendangnya harus berdasarkan garis keturunan. sejak islam masuk di Tokotu’a tari Lumense mulai dilarang terkait dengan persembahan terhadap roh halus. Sekarang ini Tarian Lumense yang sering dipertunjukkan adalah hasil dari “modifikasi” beberapa seniman Tokotu’a untuk melestarikan tarian tersebut walau dengan menghilangkan unsur “roh halus” termasuk gerakan-gerakannya dan sekarang lebih dikenal sebagai Tari Penyambutan “Sumber laman wikipedia“. (Admin/HR)