Fenomena Merayakan Malam Tahun Baru

Ustadz Abdul Somad. Foto Istimewa

BOMBANANEWS.COM – Malam pergantian tahun baru yang jatuh pada 31 Desember menuju 1 Januari kembali menjadi momentum yang dirayakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Perayaan ini umumnya diwarnai dengan berbagai aktivitas, mulai dari pesta kembang api, hiburan malam, hingga berkumpul bersama keluarga dan kerabat.

Di Indonesia, fenomena perayaan malam tahun baru juga selalu menjadi perhatian publik, khususnya dari sisi sosial dan keagamaan. Sebagian masyarakat merayakannya dengan euforia, sementara sebagian lainnya memilih menyikapinya dengan lebih sederhana dan reflektif.

Ustadz Abdul Somad (UAS) melalui kanal media sosialnya turut memberikan pandangan terkait perayaan malam tahun baru. Ia menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada larangan untuk merayakan pergantian tahun. Menurutnya, pergantian kalender hanyalah penanda waktu dan tidak menjadi persoalan dalam ajaran agama.

Namun demikian, UAS mengingatkan bahwa yang menjadi masalah adalah praktik-praktik negatif yang kerap menyertai perayaan tersebut. Ia menyoroti adanya perilaku mabuk-mabukan, begadang tanpa manfaat, pergaulan bebas, hingga aktivitas yang berpotensi melanggar norma agama dan sosial.

Bacaan Lainnya

“Yang dilarang itu bukan tahun barunya, tapi pernak-perniknya,” ujar UAS dalam penjelasannya. Ia menekankan bahwa kemeriahan yang berlebihan tanpa nilai positif justru dapat menimbulkan mudarat bagi individu maupun masyarakat.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran tersebut, muncul fenomena baru di tengah masyarakat dalam menyambut malam pergantian tahun. Banyak kelompok dan komunitas memilih mengisi malam tahun baru dengan kegiatan yang bernilai ibadah, seperti zikir bersama, tausiah, dan doa bersama.

Fenomena ini dinilai sebagai solusi yang lebih positif dan konstruktif. Selain tetap menandai pergantian waktu, kegiatan tersebut juga menjadi sarana introspeksi diri dan memperkuat nilai-nilai spiritual di awal tahun yang baru.

Dengan demikian, perayaan malam tahun baru tidak lagi dimaknai sebatas euforia dan hiburan, melainkan sebagai momentum untuk memperbaiki diri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *