RUMBIA,BOMBANANEWS.COM-Makam Mokole Ekeh Sangia Ntina Kerajaan Moronene, Situs Dugaan Cagar Budaya Direkomendasikan Jadi Situs Cagar Budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya pada sidang kajian dan rekomendasi objek cagar budaya. Dikutip dalam naskah atau dokumen rekomendasi lembaran ke-4, Makam Mokole Ekeh Sangia Ntina diuraikan terletak di tengah-tengah perumahan warga dan lokasi persawahan. Kondisi makam ini sangat mengkhawatirkan karena bangunan telah banyak mengalami kerusakan pada pondasinya. Penyebab utama kerusakan makam ini adalah faktor usia yang sudah terlalu lama tanpa adanya pemeliharaan atau proses konservasi. Selain itu, terdapat pohon-pohon besar yang tumbuh persis disamping bangunan makam.
Bentuk makam ini berbentuk persegi panjang tanpa adanya pondasi berbentuk punden berundak, sebagaimana halnya makam yang mengakulturasi budaya gaya makam Islam dan prasejarah. Hal ini mengindikasikan bahwa Mokole Ekeh Sangia Ntina merupakan seorang raja yang telah memeluk agama Islam sebagai tiang dasar agamanya. Dapat dilihat dari bentuk makam yang sesuai dengan aturan makam Islam, serta lokasi nisannya yang diletakkan di bagian kepala (utara).
Sejarah Singkat
Wafatnya Mokole Dowo Sangia Nilemba akibat tipu muslihat Belanda dengan memberikan racun pada makanan Sangia Nilemba pada suatu perjamuan di acara Perundingan telah menyulut amarah saudaranya bernama Mokole Mbisi Ekeh yang dijuluki Sangia Ntina.
Setelah proses pemakaman secara Adat Kerajaan Moronene Poleang atas wafatnya Mokole Dowo, beberapa hari kemudian Sangia Ntina menyusun strategi perlawanan kepada Belanda untuk membalas perlakuan yang terjadi pada Raja Moronene. Mokole Eke kemudian dengan segala kekuatan personil prajurit kerajaan melakukan penyerangan tetap berada pada Istana Rahampu’u Kerajaan Moronene Poleang. Atas kesaktian Sangia Ntina, selain menggunakan peralatan senjata semi modern berupa Meriam yang dihadapkan pada musuh, atas kesaktiannya dengan melemparkan tembakau hitam ke arah musuh sehingga berubah menjadi jutaan tawon yang menyerang tentara Belanda, membuahkan mereka kalap menghadapi Sangia Ntina.
Sangia Ntina wafat di Toburi dan kemudian dimakamkan tidak jauh dari Istana Kerajaan Moronene Poleang. Dituturkan Mokole Patani Ali, sepeninggal Mokole Mbisi Ekeh Sangia Ntina, makamnya masih dipercaya oleh masyarakat setempat memiliki kesaktian. Jika dimusim hujan, kemudian dinyalakan lentera dan disimpan disekitar makam tanpa menggunakan alat pelindung dari hujan, lentera tersebut tetap menyala dan tidak akan padam.
Status Kepemilikan dan/atau Pengelolaan
Situs Dugaan Cagar Budaya makam Mokole ekeh Sangia Ntina Kerajaan Moronene dikuasai oleh pewaris Kerajaan Moronene toburi Poleang Utara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya:
Pasal 42
Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila memenuhi syarat sebagai:
- Wujud kesatuan dan persatuan bangsa;
- Karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia;
- Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sediki tjumlahnya di Indonesia;
- Bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas Negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau
- Contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah.
Situs Dugaan Cagar Budaya Makam Mokole Ekeh Sangia Ntina memenuhi kriteria Pasal 42:
- Bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat karena makam Mokole Ekeh Sangia Ntina merupakan bukti kerajaan Moronene di Poleang Utara sudah memluk agama islam
- contoh penting peninggalan kerajaan moronene, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah
- wujud kesatuan dan persatuan bangsa, yakni merepresentasikan toleransi beragama dan keragaman budaya yang harmonis dalam satu kesatuan ruang.