Rumbia, BombanaNews.com – Kejaksaan Negeri Bombana yang diwakili oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bombana Horas Erwin Siregar, SH menjadi pembicara dalam kegiatan sosialisasi lintas sektoral pencegahan dan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum di Kecamatan Kabaena Timur pada Kamis (5 Oktober 2023).
Dalam Kesempatan tersebut, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bombana Horas Erwin Siregar, SH mendapat kesempatan untuk mengedukasi masyarakat tentang peran Jaksa dalam penenganan perkara tindak kekerasan perempuan dan anak. Selain Peran jaksa, Horas Erwin Siregar juga menjelaskan beragam bentuk tindakan kekerasan anak dan perempuan yang harus diantisipasi dan dicegah.
Bedasarkan Konvensi Hak Anak pasal 1, Anak memiliki makna bahwa anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 tahun. Hak-hak anak berlaku atas semua anak tanpa terkecuali. Anak harus dilindungi dari segala jenis diskriminasi terhadap dirinya atau diskriminasi yang oleh keyakinan atau tindakan orangtua atau anggota keluarganya yang lain. Semua tindakan dan keputusan menyangkut seorang anak harus dilakukan atas dasar kepentingan terbaik sang anak.
Pemerintah bertanggung jawab memastikan semua hak yang dicantumkan di dalam Konvensi dilindungi dan dipenuhi untuk tiap anak. Pemerintah harus membantu keluarga melindungi hak-hak anaknya dan menyediakan panduan sesuai tahapan usia agar tiap anak dapat belajar menggunakan haknya dan mewujudkan potensinya secara penuh.
Adapun bentuk-bentuk tindakan yang dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang harus dicegah atau dihindari menurut Erwin Siregar, Yakni Melakukan Aborsi dapat dikenakan pidana, Pelecehan seksual baik ferbal (tulisan, gerakan, kata-kata atau ucapan/bahasa) maupun fisik terhadap anak, Disharmonisasi komunikasi antar orang tua dapat memicu lahirnya prilaku tindak kekerasan anak dalam bentuk penelantaran anak, pergaulan bebas, pengunaan media sosial dengan tanpa pengawasan,
“Tindak pelecehan terhadap anak berdasarkan rangkaian peristiwa terjadi karena calon korban atau anak berada dalam kendali dan pengaruh pengaruh, sehingga dipaksa dengan ancaman maupun dalam tekanan maka anak akan terpaksa mengikuti harsat pelaku,” Ucap Erwin Siregar, SH.
Ketentuan pidana terkait aborsi diatur dalam Pasal 427 hingga 429. Di pasal 427, bahwa setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Adapun di Pasal 428 ayat (1), orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 60 pada seorang perempuan dengan persetujuannya, bisa dipidana 5 tahun. Sedangkan bila tanpa persetujuan perempuan tersebut, akan dipidana 12 tahun. Jika perbuatan aborsi dengan persetujuan itu mengakibatkan kematian perempuan, maka dipidana 8 tahun.
Pidananya menjadi lebih berat mencapai 15 tahun jika aborsi tanpa persetujuan perempuan dan mengakibatkan kematian. Secara khusus Indonesia mememiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun.
Dampak dari tindak kekerasan pada anak. diantaranya, Pertama, Salah satu dampak kekerasan pada anak terhadap tumbuh kembang adalah penurunan fungsi otak. Ketika struktur dan perkembangan otak anak terganggu, mereka akan merasa kesulitan berkonsentrasi dan tidak bisa fokus pada materi di sekolah. Dalam jangka panjang, hal ini tentunya akan memengaruhi penurunan prestasi akademik anak.
Kedua, Kesulitan dalam mengendalikan emosi juga menjadi salah satu akibat kekerasan pada anak. Karena itu, mereka sering merasakan emosi secara berlebihan, misalnya menjadi lebih mudah marah dan sering merasa ketakutan tanpa penyebab. Dampak kekerasan pada anak yang satu ini bisa dirasakan hingga anak beranjak dewasa dan memengaruhi perilaku sehari-harinya, bahkan memicu sulit memaafkan orang lain ataupun diri sendiri dan tidak mampu berkegiatan secara optimal.
Ketiga, Dampak kekerasan verbal maupun nonverbal (pukulan/tamparan) dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang selalu was-was dan tidak bisa percaya kepada orang lain. Alhasil, ia menjadi kesulitan membangun hubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Anak korban kekerasan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, hingga berujung pada rasa kesepian. Jika berlangsung secara terus-menerus, kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan dalam membangun hubungan asmara dan keluarga di masa depan.
Keempat, Dampak kekerasan pada anak yang dapat dilihat secara fisik adalah luka dan lebam akibat pukulan atau lemparan benda keras. Bahkan pada kasus yang berat, kekerasan pada anak dapat mengakibatkan kematian. Selain itu, anak korban kekerasan cenderung mencari berbagai cara untuk mengalihkan pikiran. Tak jarang dari mereka memilih untuk mengonsumsi alkohol sebagai coping mechanism guna mengatasi rasa cemas. Selain itu, bentuk pelarian lain yang biasa dilakukan adalah dengan merokok dan penggunaan obat terlarang. Padahal, konsumsi alkohol, merokok, hingga penggunaan obat terlarang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Pasalnya, anak-anak cenderung sulit mengendalikan diri sehingga risiko mengalami kecanduan akan lebih tinggi. Dampak berbahaya lainnya dari kekerasan pada anak juga dapat memunculkan keinginan untuk mengakhiri hidup, terutama jika tidak segera mendapatkan bantuan.
Kelima, Dampak kekerasan terhadap anak pada aspek psikologis cukup mendalam. Adanya trauma yang berkepanjangan dapat berujung menjadi serangan panik hingga depresi. Hal ini juga bisa memicu timbulnya pikiran-pikiran serta perilaku negatif, seperti penyalahgunaan alkohol, narkoba, hingga penyimpangan seksual.
dan Yang terpenting adalah Dampak kekerasan orang tua terhadap anak salah satunya bisa mendorong mereka untuk melakukan hal serupa di masa depan. Hal ini disebabkan karena anak cenderung tidak menyadari kekerasan yang diterimanya saat kecil merupakan bentuk tindakan yang salah. Sehingga, ia menganggapnya sebagai hal yang wajar dan normal. Semakin beranjak dewasa, anak tumbuh dengan mencontoh apa yang orang tuanya lakukan dan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak kekerasan yang serupa kepada anaknya di kemudian hari. (Adv)
Penulis : HIR